Cerita Pawang Ternalem berkisah tentang seorang anak yang tidak diakui oleh komunitasnya, karena ia lahir pada hari buruk. Kepercayaan masyarakat di Desa Liang Melas saat itu menyebutkan sang anak akan membawa sial. Tidak hanya pada dirinya, tapi juga pada kampungnya. Ia pun harus dibunuh.
Dikisahkan, saat Pawang Ternalem (Darmawan Sinurya) lahir, kedua orangtuanya meninggal seketika, hingga ia tidak memiliki pengasuh. Beruntung ada seorang penduduk yang mau mengasuh anak kecil itu di tengah tekanan untuk menghilangkan nyawanya. Namun, sang Bibi yang mengasuh itu juga tidak kuat dari tekanan masyarakat setempat yang meminta agar anak itu cepat dibunuh.
Pawang Ternalem sempat dilempar dikubangan lumpur yang banyak kerbau, agar ia tewas terinjak-injak oleh kerbau. Tapi tak ada kerbau yang mau menginjaknya. Ia juga ditelantarkan di kolong rumah adat yang penuh babi. Tapi, ternyata babi-babi itu malah merawatnya.
Adalah kelompok Perlanja Sira yang membawanya ke sebuah hutan dekat Langkat. Di hutan itu ia ditinggalkan kafilah pedagang. Namun, ia ditemukan oleh seorang sakti penguasa hutan, Datuk Rubia Gande. Datuk membesarkan Pawang Ternalem, termasuk mengajarkan kemampuan kanuragan. Suatu ketika, di Desa Jenggi Kemawar terjadi musibah. Beru Patimar (Adeline Bangun), putri kepala kampung, menderita penyakit misterius. Tak ada dukun dan obat yang mampu menyembuhkannya. Satu-satunya pengharapan hanya pada madu yang ada di pohon Tualang Simande Angin. Sebuah pohon keramat yang tidak ada orang yang mampu memanjatnya.
Kepala kampung Jenggi Kemawar mengadakan sayembara. Siapa yang mampu memanjat Tualang Simande Angin, dan mengambil madu untuk putrinya, maka ia akan menikahkan putrinya pada pemuda itu. Pawang Ternalem pun ditugaskan Datuk Rubia Gande untuk mengambil madu. Tapi, sebelum berangkat, Datuk mengubah wajah Ternalem jadi seperti babi.
Singkat cerita, Ternalem berhasil mengambil madu di pohon keramat itu. Meski banyak orang yang mati, gagal menaiki pohon. Namun, apakah Beru Petimar mau menikahi Ternalem yang mukanya seperti babi, padahal janji itu sudah terucap?
Joey Bangun menyebut kisah ini memberikan banyak pelajaran, terutama bagaimana membangun kepercayaan diri meski orang-orang datang memusuhi. Pawang Ternalem adalah sosok yang pantang menyerah. Tidak hanya itu, kisah Pawang Ternalem adalah kisah yang mengajarkan nilai baik menepati janji.
"Di antara sekian banyak kisah dari masyarakat Karo, kisah ini adalah salah satu yang terkenal. Masalahnya, tidak banyak generasi muda yang mengenal kisah ini," sebutnya. [SP/Kurniadi]
Cerita Pawang Ternalem berkisah tentang seorang anak yang tidak diakui oleh komunitasnya, karena ia lahir pada hari buruk. Kepercayaan masyarakat di Desa Liang Melas saat itu menyebutkan sang anak akan membawa sial. Tidak hanya pada dirinya, tapi juga pada kampungnya. Ia pun harus dibunuh. Dikisahkan, saat Pawang Ternalem (Darmawan Sinurya) lahir, kedua orangtuanya meninggal seketika, hingga ia tidak memiliki pengasuh. Beruntung ada seorang penduduk yang mau mengasuh anak kecil itu di tengah tekanan untuk menghilangkan nyawanya. Namun, sang Bibi yang mengasuh itu juga tidak kuat dari tekanan masyarakat setempat yang meminta agar anak itu cepat dibunuh. Pawang Ternalem sempat dilempar dikubangan lumpur yang banyak kerbau, agar ia tewas terinjak-injak oleh kerbau. Tapi tak ada kerbau yang mau menginjaknya. Ia juga ditelantarkan di kolong rumah adat yang penuh babi. Tapi, ternyata babi-babi itu malah merawatnya. Adalah kelompok Perlanja Sira yang membawanya ke sebuah hutan dekat Langkat. Di hutan itu ia ditinggalkan kafilah pedagang. Namun, ia ditemukan oleh seorang sakti penguasa hutan, Datuk Rubia Gande. Datuk membesarkan Pawang Ternalem, termasuk mengajarkan kemampuan kanuragan. Suatu ketika, di Desa Jenggi Kemawar terjadi musibah. Beru Patimar (Adeline Bangun), putri kepala kampung, menderita penyakit misterius. Tak ada dukun dan obat yang mampu menyembuhkannya. Satu-satunya pengharapan hanya pada madu yang ada di pohon Tualang Simande Angin. Sebuah pohon keramat yang tidak ada orang yang mampu memanjatnya. Kepala kampung Jenggi Kemawar mengadakan sayembara. Siapa yang mampu memanjat Tualang Simande Angin, dan mengambil madu untuk putrinya, maka ia akan menikahkan putrinya pada pemuda itu. Pawang Ternalem pun ditugaskan Datuk Rubia Gande untuk mengambil madu. Tapi, sebelum berangkat, Datuk mengubah wajah Ternalem jadi seperti babi. Singkat cerita, Ternalem berhasil mengambil madu di pohon keramat itu. Meski banyak orang yang mati, gagal menaiki pohon. Namun, apakah Beru Petimar mau menikahi Ternalem yang mukanya seperti babi, padahal janji itu sudah terucap? Joey Bangun menyebut kisah ini memberikan banyak pelajaran, terutama bagaimana membangun kepercayaan diri meski orang-orang datang memusuhi. Pawang Ternalem adalah sosok yang pantang menyerah. TidCerita Pawang Ternalem berkisah tentang seorang anak yang tidak diakui oleh komunitasnya, karena ia lahir pada hari buruk. Kepercayaan masyarakat di Desa Liang Melas saat itu menyebutkan sang anak akan membawa sial. Tidak hanya pada dirinya, tapi juga pada kampungnya. Ia pun harus dibunuh. Dikisahkan, saat Pawang Ternalem (Darmawan Sinurya) lahir, kedua orangtuanya meninggal seketika, hingga ia tidak memiliki pengasuh. Beruntung ada seorang penduduk yang mau mengasuh anak kecil itu di tengah tekanan untuk menghilangkan nyawanya. Namun, sang Bibi yang mengasuh itu juga tidak kuat dari tekanan masyarakat setempat yang meminta agar anak itu cepat dibunuh. Pawang Ternalem sempat dilempar dikubangan lumpur yang banyak kerbau, agar ia tewas terinjak-injak oleh kerbau. Tapi tak ada kerbau yang mau menginjaknya. Ia juga ditelantarkan di kolong rumah adat yang penuh babi. Tapi, ternyata babi-babi itu malah merawatnya. Adalah kelompok Perlanja Sira yang membawanya ke sebuah hutan dekat Langkat. Di hutan itu ia ditinggalkan kafilah pedagang. Namun, ia ditemukan oleh seorang sakti penguasa hutan, Datuk Rubia Gande. Datuk membesarkan Pawang Ternalem, termasuk mengajarkan kemampuan kanuragan. Suatu ketika, di Desa Jenggi Kemawar terjadi musibah. Beru Patimar (Adeline Bangun), putri kepala kampung, menderita penyakit misterius. Tak ada dukun dan obat yang mampu menyembuhkannya. Satu-satunya pengharapan hanya pada madu yang ada di pohon Tualang Simande Angin. Sebuah pohon keramat yang tidak ada orang yang mampu memanjatnya. Kepala kampung Jenggi Kemawar mengadakan sayembara. Siapa yang mampu memanjat Tualang Simande Angin, dan mengambil madu untuk putrinya, maka ia akan menikahkan putrinya pada pemuda itu. Pawang Ternalem pun ditugaskan Datuk Rubia Gande untuk mengambil madu. Tapi, sebelum berangkat, Datuk mengubah wajah Ternalem jadi seperti babi. Singkat cerita, Ternalem berhasil mengambil madu di pohon keramat itu. Meski banyak orang yang mati, gagal menaiki pohon. Namun, apakah Beru Petimar mau menikahi Ternalem yang mukanya seperti babi, padahal janji itu sudah terucap? Joey Bangun menyebut kisah ini memberikan banyak pelajaran, terutama bagaimana membangun kepercayaan diri meski orang-orang datang memusuhi. Pawang Ternalem adalah sosok yang pantang menyerah. Tidak hanya itu, kisah Pawang Ternalem adalah kisah yang mengajarkan nilai baik menepati janji. "Di antara sekian banyak kisah dari masyarakat Karo, kisah ini adalah salah satu yang terkenal. Masalahnya, tidak banyak generasi muda yang mengenal kisah ini," sebutnya. [SP/Kurniadi]
Langganan:
Postingan (Atom)